Headline
ICW Pertanyakan Vonis Ringan MA terhadap Koruptor Edhy Prabowo

Kronologi, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan vonis ringan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Vonis tersebut dianggap absurd.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menyebut, alasan kinerja baik Edhy selama menjadi menteri yang dijadikan MA pertimbangan dalam menjatuhkan vonis 5 tahun penjara tidak masuk akal.
Diketahui, vonis hakim MA lebih ringan daripada putusan banding yang menghukum Edhy 9 tahun penjara.
“ICW melihat hal meringankan yang dijadikan alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK,” ujar Kurnia melalui keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).
Kurnia berujar Edhy merupakan pelaku tindak pidana korupsi yang memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum. Atas dasar itu, lanjut dia, Edhy divonis penjara dan dijatuhi hukuman tambahan seperti uang pengganti dan pencabutan hak politik.
“Lagi pun, majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya,” imbuhnya.
Kurnia menuturkan regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi. Ia pun mempertanyakan alasan hakim yang menyebut Edhy telah memberi harapan kepada masyarakat khususnya nelayan.
“Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19? Hukuman 5 tahun ini menjadi sangat janggal, sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadinya yakni Amiril Mukminin. Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri,” tutur Kurnia.
Ia mengkhawatirkan pemotongan hukuman oleh MA menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.
“Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera,” pungkasnya.
Sebelumnya, MA menghukum Edhy dengan pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun. Vonis ini lebih ringan daripada putusan sebelumnya yakni Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Edhy dengan 9 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Edhy turut dihukum pidana denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan dan pidana pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Alasan MA menjatuhkan vonis ringan karena Edhy telah berbuat baik selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Maju.
Putusan di tingkat kasasi ini diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada Senin, 7 Maret 2022.
Editor: Alfian Risfil A
-
Regional13 jam ago
Jawaban Orang Tua Viecri soal Laporan Polisi Sopir Truk
-
Megapolitan14 jam ago
Kongres MAPKB Diharapkan Jadi Momentum untuk ‘Merefresh Ulang’ Keluarga Besar Betawi
-
Regional14 jam ago
Sopir Truk di Gorontalo Lapor Polisi Usai Dianiaya 2 Pejabat
-
Nasional14 jam ago
Mega Minta Ganjar Tak Sungkan Akui ‘Petugas Partai’
-
Nasional8 jam ago
MK Alami Degradasi Moral Sejak Anwar Usman Jadi Adik Ipar Jokowi
-
Internasional12 jam ago
Tabrakan Kereta Api di India: 288 Orang Tewas, 850 Luka Serius
-
Regional6 jam ago
Kemenkumham Gelar Anugerah Paralegal Justice Award sebagai Apresiasi ke Kades/Lurah
-
Regional4 hari ago
Hanasi: Upaya Pemerintah Untuk Lumbung Ternak di Daerah Belum Memuaskan