Nasional
Jadi Alat Kepentingan Ketum Parpol, Fahri Hamzah Usul Fraksi di DPR Dihapus

Kronologi, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah, mengusulkan keberadaan fraksi-fraksi di DPR RI dihapus. Alasannya, fraksi menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen
“Berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR diantara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (13/1/2022).
“Alasan pertama, tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya,” sambungnya.
Menurut Fahri, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, dirinya diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya, karena dipengaruhi oleh oligarki. Hingga akhirnya ia dipecat, lantaran memilih melawan.
“Saya sendiri memiliki yurisprundensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai. Karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,” katanya.
Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan menjadi wakil partai politik. Sebab, jika terus begitu pandangannya akan membahayakan.
Fahri menilai, adanya kekeliruan tersebut karena adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.
“Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,” tegasnya.
Terkait keberadaan fraksi ini, jelas Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.
“Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,” ungkapnya.
“Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,” tukasnya.
Penulis: Tio
-
Regional5 hari ago
Pemda Gorontalo Klaim Jaminan Pelaksanaan Proyek: 8 Perusahaan Tembus Rp3 Miliar
-
Nasional3 hari ago
PBNU Bela Baliho Erick Tohir: Yang Harus Dikecam Itu yang Jualan NU tapi Suul Adab
-
Regional3 hari ago
Polres Pohuwato Tangkap Warga Pemilik Puluhan Ribu Obat Ifarsyl
-
Headline3 hari ago
Survei SMRC: Anies Terus Menguat
-
Megapolitan5 hari ago
PT JakPro: Anggaran Formula E 2022 Selesai Diaudit, Hasilnya Wajar
-
Regional5 hari ago
Dianggap Langkahi Pimpinan Partai, Sekretaris DPC Gerindra Pohuwato Disorot
-
Headline6 hari ago
Surya Paloh ‘Ditegur’ Jokowi Gegara NasDem Deklarasi Anies Tanpa Komunikasi
-
Regional4 hari ago
Ali Polapa Sebut Jembatan Penghubung 15 Desa di Bongomeme Terancam Roboh