Kronologi, Jakarta – Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azahar Indonesia, Suparji Ahmad, mendukung rencana Jaksa Agung akan menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi Jiwasraya-Asabri.
Menurut Suparji, hukuman mati bagi koruptor ini demi efek jera agar tak terulang kembali.
“Langkah Jaksa Agung patut didukung untuk memberikan efek jera dan upaya menghentikan perilaku koruptif di Indonesia. Terlebih dalam kasus Jiwasraya-Asabri yang kerugian negaranya sangat besar,” kata Suparji di Jakarta, Minggu (31/10/2021).
Suparji menilai, selama ini usaha untuk menghilangkan praktek korupsi sudah dilakukan. Bahkan di tingkat yang paling dasar, yaitu tingkat pendidikan terhadap masyarakat.
“Praktek-praktek (korupsi) itu masih saja terjadi, apalagi di kalangan pejabat yang masih menahun. Demi mengamputasi korupsi agaknya wacana Jaksa Agung perlu direalisasikan,” ucapnya.
Namun demikian, Suparji menekan penerapan hukuman mati harus sesuai dengan norma yang berlaku serta menjunjung Hak Asasi Manusia. Dan yang tak kalah penting, konstruksi hukumnya harus jelas.
Semuanya, lanjut dia, harus berdasarkan aturan yang berlaku. Misalnya apabila akan melakukan penuntutan hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Dalam pasal tersebut ada frasa “pengulangan”.
“Tafsir ‘pengulangan’ tidak bisa dimaknai sama dengan residive yang ada dalam KUHP karena aturan residive berada dalam buku 3 KUHP. Sedangkan yang dapat diterapkan dalam lex spesialis hanya BAB I-VIII buku 1 KUHP,” terangnya.
“Karena konteks ‘pengulangan’ dalam UU Tipikor dan KUHP tak bisa disamakan, maka perlu ada pemaknaan tersendiri. Apabila disamakan, hal itu tidak sejalan dengan norma yang berlaku,” pungkasnya.
Penulis: Tio
Discussion about this post