Kronologi, Jakarta – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menanggapi desakan dari BEM SI yang meminta agar Jaksa Agung ST Burhanuddin dicopot. Tuntutan ini berdasarkan asumsi bahwa Jaksa Agung tak mampu menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
“Tuntutan copot Jaksa Agung karena tak bisa selesaikan pelanggaran HAM berat, agak membingungkan. Karena, sampai hari ini belum dibentuk pengadilan HAM adhoc untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata Suparji di Jakarta, Jumat (22/10/2021)
Suparji menegaskan, pembentukan pengadilan HAM adhoc juga bukan kewenangan Kejaksaan. Pembentukan itu melalui rekomendasi DPR, kemudian dibuatlah Kepres.
“Apabila kejaksaan pelakukan penyidikan lebih lanjut, akan dibawa kemana berkas perkaranya? Maka yang terlebih dahulu dilakukan adalah membentuk pengadilan HAM adhoc,” tuturnya.
“Artinya, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lampau bukan hanya tanggung jawab Kejaksaan tapi juga muli sektoral. Karena tidak mungkin kejaksaan berjalan sendiri untuk menuntaskannya,” sambungnya.
Kendati demikian, ia tetap berharap kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa selesai. Hal ini demi keberpihakan negara terhadap para korban. Para korban, selama ini seolah diabaikan dan tidak diberi kepastian hukum.
“Ini juga menjadi tantangan bagi Jaksa Agung, yakni perlunya terobosan penyelesaian kasus ini melalui kajian victimologi yang mendalam. Tak hanya berfokus pada pemidanaan terhadap pelaku, tapi juga menunjukkan keberpihakan pada korban,” pungkasnya.
Penulis: Tio
Discussion about this post