Regional
Dua LSM Laporkan Dinkes Pohuwato Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Obat-obatan

Kronologi, Pohuwato – Dua LSM yakni Lembaga Aksi Bela Rakyat (Labrak) dan Pohuwato Watch yang tergabung dalam Aliansi Barakuda, melaporkan Dinas Kesehatan (Dinkes) ke Mapolres Pohuwato terkait dugaan korupsi pengadaan obat-obatan di sejumlah puskesmas.
Menurut pendiri LSM Labrak, Sonni Samoe, hasil investigasi dua LSM itu menemukan banyak obat-obatan yang telah kadaluarsa di sejumlah puskesmas yang ada di Kabupaten Pohuwato. Menurutnya, hal itu juga telah sesuai data dan fakta dengan temuan DPRD Pohuwato saat turun ke lapangan pada 15-17 Juni 2021.
Ia menyebut, hasil temuan DPRD Kabupaten Pohuwato itu yakni, yang pertama, total anggaran pengadaan obat-obatan sejak 2019 sampai 2021 pada September sebesar Rp5.291.174.441.
Kemudian yang kedua, berdasarkan informasi bahwa saat ini banyak obat yang telah kadaluarsa menumpuk di gudang milik Dinas Kesehatan dan sejumlah puskesmas di kabupaten Pohuwato.
Ketiga, terdapat fakta dalam pengadaan BHP HIV dan Syphilis bahwa sesuai hasil permintaan yang ditandatangani oleh kepala dinas pada Oktober 2019, yakni RDT HIV sebanyak 240 device, RDT Syphilis sebanyak 220 device, blood lanset sebanyak 200 dos, mikro pipet sebanyak 20 pcs, dan handscoen sebanyak 40 pcs.
“Tapi yang diadakan oleh PPK dinas hanya RDT HIV sebanyak 15.250 device. Sehingga jelas pengadaan oleh PPK tidak sesuai kebutuhan,” katanya, Senin (20/9/2021).
Adapun yang keempat, kata Sonni, ditemukan keluhan di 11 puskesmas yakni obat cepat kadaluarsa. Diterima pada Mei, tapi kadaluarsa bulan Juli di Puskesmas Taluditi. Sedangkan obat-obat kebutuhan darurat sering tidak ada, seperti obat diare dan sesak napas di Puskesmas Taluditi.
Jika merujuk pada Surat Keputusan dan Surat Edaran Menteri Kesehatan terkait masa kadaluarsa, lanjut Sonni, memperkuat dugaan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap aturan dan regulasi, yakni menyalahi batas aturan kadaluarsa.
“Ada indikasi bahwa obat-obatan hasil dari pengadaan proyek tersebut dengan batas kadaluarsa yang singkat. Mungkin saja harganya lebih murah di pasaran hingga kemungkinan penyedia meraup keuntungan lebih besar dengan cara merugikan masyarakat sebagai sasaran program,” jelasnya.
Pada kasus pengadaan itu, sambung Sonni, terdapat fakta bahwa BHP HIV yang diadakan memiliki masa kadaluarsa hanya satu tahun. Padahal, menurutnya, di pasaran ada produk serupa yang masa kadaluarsanya lebih dari dua tahun sesuai dengan surat edaran Menteri Kesehatan.
“Sehingga ada indikasi keterlibatan PPK di Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato ikut melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari perencanaan yang menyebabkan terjadinya mis manajemen yang fatal pada program peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit,” pungkasnya.
Berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan, nomor pengaduan tersebut yakni 02/LP/Barakuda/IX/2021.
Penulis: Hamdi
-
Regional6 hari ago
Dugaan Korupsi Proyek, Polda Gorontalo Periksa Sekretaris PU-PR dan Pengawas
-
Regional6 hari ago
Polresta Gorontalo Kota Sita Dua Aset Tersangka Kasus TPPU
-
Nasional6 hari ago
Lagi, Ketua KPU Dilaporkan “Wanita Emas” terkait Pelecehan Seksual ke DKPP
-
Regional5 hari ago
Respons BRI Gorontalo Usai Seorang Pegawai Jadi Tersangka Korupsi
-
Nasional6 hari ago
Jaksa Agung ST Burhanuddin Mutasi Besar-besaran Pejabat Kajati
-
Regional4 hari ago
Diduga Salah Tetapkan Tersangka, Oknum Penyidik Polresta Manado Dilaporkan ke Kapolda Sulut
-
Megapolitan5 hari ago
Gus Najmi Buka Suara Usai Dicopot dari Sekwil PPP DKI: Dukungan ke Anies Aspirasi Akar Rumput
-
Regional5 hari ago
Kasus Penggelapan Uang Fakultas Kesehatan UMGo Naik ke Tahap Penyidikan