Kronologi, Pohuwato – Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Barisan Rakyat Untuk Keadilan (Barakuda) menilai, bahwa tindakan Polda Gorontalo yang menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tambang ilegal beberapa waktu lalu, justru menghina para penambang emas.
Sebab, di Kabupaten Pohuwato juga terdapat para perusak hutan mangrove yang hingga saat ini belum diproses secara hukum.
“Kok ada perusak mangrove tidak diangkat, tidak dihukum. Tapi ada penambang yang juga dari masyarakat lokal, tapi dipidana,” teriak salah satu orator, Mahmudin Mahmud, di depan Gedung DPRD Pohuwato. Selasa (22/6/2021).
Tidak hanya itu, penahanan terhadap tersangka YR bersama operatornya terkait dengan aktivitas tambang Ilegal, kata Mahmudin, tidak adil. Sebab masih ada orang lain yang turut merusak lingkungan justru tidak ditahan.
“Ada apa dengan Kabupaten Pohuwato? Ada apa dengan rakyat kita? Ada apa dengan Polda Gorontalo? Kalau mau tegakkan hukum, harus dengan equality before the law, harus diberlakukan sama, tidak pandang bulu,” ucapnya.
Penangkapan terhadap penambang tersebut, kata Mahmudin, tidak lepas dari ulah pemerintah yang sangat sulit mengeluarkan izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Padahal, izin tersebut tidak memerlukan anggaran miliaran rupiah.
“Tapi memang, timbulnya WPR ini tidak akan mengisi kantong-kantong pejabat. WPR tidak membutuhkan anggaran daerah yang besar, tapi juga tidak memberikan keuntungan bagi siapa pun yang ingin mengais keuntungan, kecuali keuntungan rakyat semata,” jelasnya.
“Jangan kemudian ada sikap-sikap yang cenderung diskriminatif. Penambang diusir dari arealnya, alat berat dibiarkan di arealnya, diproses hukum bahkan sudah ada yang ditahan, tapi seenaknya pengrusakan mangrove dan hutan lindung dibiarkan ke sana kemari,” pungkasnya.
Penulis: Hamdi Editor : Yakub MK
Discussion about this post