Kronologi, Jakarta – Pemerintah harus turun tangan mencari akar permasalahan terkait gugatan Rp 39,5 triliun dari perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS), Anadarko Petroleum Corporation, kepada PT Pertamina (Persero).
Menurut Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, kasus ini sangat besar dan serius sehingga perlu peran negara untuk membantu menyelesaikannya.
“Pemerintah wajib membantu Pertamina untuk berembug mencarikan solusi terkait soal gugatan dari perusahaan AS, Anadarko Petroleum Corporation terkait perjanjian impor 1 juta ton (MTPA) gas per tahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik,” kata Mulyanto dalam keterangannya kepada Kronologi.id, Rabu (20/1/2021).
Mulyanto mengatakan, Pertamina harus terbuka dan menjelaskan kepada publik soal gugatan tersebut. “Jangan ditutup-tutupi karena tuntutannya tidak main-main yakni Pertamina harus membayar kerugian sebesar Rp 39,5 triliun kepada Anadarko akibat pembatalan jual-beli LNG tersebut pada Februari 2019,” tegasnya.
Terlepas dari siapa yang salah, lanjut Mulyanto, Pemerintah harus mengupayakan pembatalan gugatan material senilai hampir Rp 40 triliun itu. Terlebih, saat ini Negara mengalami kekurangan uang sehingga gugatan itu harus diselesaikan dengan baik.
“Jangan sampai kita harus mengeluarkan kocek sebesar itu untuk sesuatu yang tidak perlu,” tuturnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR menambahkan, gugatan ini adalah pelajaran penting agar ke depan Pemerintah lebih akurat menyusun perencanaan pertumbuhan kebutuhan energi. Dan, jangan ada lagi salah hitung atau miss match.
“Seperti kasus listrik PLN yang over supply mendekati 60%, namun nyatanya kita masih saja bangun pembangkit dengan utang PLN yang mencapai Rp 500 triliun,” jelas Mulyanto.
Perhitungan yang cermat juga perlu dilakukan dalam hal pengadaan LNG. Karena, di saat produksi LNG surplus, memungkinkan ekspor, Pertamina malah mengimpor gas ini dalam jumlah besar.
“Logikanya tidak pas. Padahal diketahui, bahwa transaksi berjalan perdagangan migas kita terus tekor setiap tahun. Semestinya yang dilakukan bukanlah impor gas tetapi ekspor,” ungkapnya.
“Secara umum strategi dasar kita adalah menggenjot lifting migas sehingga kita dapat lebih baik memenuhi kebutuhan migas domestik dan terus mengurangi impor migas, yang dengan itu defisit transaksi berjalan migas dapat direduksi. Syukur-syukur kalau bisa surplus. Bukan malah memperbesar defisit transaksi berjalan melalui impor LNG,” tukasnya.
Penulis: Tio
Discussion about this post