Kronologi, Jakarta – Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Eka Sastra menilai, keberadaan Undang-undang Cipta Kerja akan mengakomodir pengusaha muda untuk mendorong terciptanya lapangan kerja. Apalagi, hal ini perlu dilakukan, mengingat ada sekitar 45 juta orang butuh lapangan pekerjaan.
“Ada 45 juta orang yang belum optimal dengan pekerjaan yang ada. Nah, inilah salah satu alasan kenapa UU Cipta Kerja ini penting,” kata Eka dalam konferensi pers di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Menurut Eka, dengan adanya dinamika perubahan ekonomi global memerlukan respon yang cepat dan tepat. UU Cipta Kerja yang sudah disahkan, dapat memberikan sinyal kuat bahwa Indonesia kondusif dan terbuka untuk bisnis dan investasi.
“Karena salah satu tugas negara, wajib menyiapkan lapangan kerja. Tidak mungkin semuanya bisa masuk ke pegawai negeri sipil (PNS), atau pun kelembagaan formal yang lain,” ujarnya.
Eka menambahkan, dengan adanya UU Cipta Kerja bisa mempermudah para pelaku UMKM membuka usaha dengan melakukan pendaftaran melalui Online Single Submission (OSS).
Selain itu, kemitraan pemerintah juga didorong untuk bisa mengakomodasi pengembangan bisnis UMKM.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan, kehadiran UU Cipta Kerja diyakini mendorong peningkatan investasi hingga 6,6 – 7 persen untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha eksisting.
Pada akhirnya, hal itu dapat mengakomodir pengangguran di Indonesia untuk memperoleh lapangan pekerjaan.
“Setelah UU disahkan, diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan mencapai 5,7 – 6,0 persen. Selain itu, UU ini dapat mendukung program pemberdayaan UMKM dan koperasi agar peningkatan kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen,” ucap Rosan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B. Sukamdani menyebut, Omnibus Law merupakan strategi reformasi regulasi agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyaknya peraturan perundang-undangan.
Penerapan Omnibus Law ini mempu menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan dan menjadikan proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan menjadi lebih efektif.
“Selain itu, penerapan ini juga dapat menghilangkan ego sektoral. Secara historis praktik penerapan Omnibus Law telah banyak diterapkan di berbagai negara common law untuk memperbaiki regulasi di negaranya masing-masing dalam rangka meningkatkan iklim dan daya saing investasi,” ungkap Hariyadi.
Discussion about this post