Kronologi, Jakarta — Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyesalkan lambannya Presiden Jokowi dalam menetapkan Sekjen KPU RI definitif.
Padahal, Panitia Seleksi Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (Pansel Sekjen KPU RI) telah melakukan proses seleksi secara kredibel terhadap nama-nama yang dianggap memiliki reputasi baik.
Sebelumnya, seleksi di Pansel sekjen KPU RI telah menghasilkan 3 nama Calon Sekjen KPU RI pada tanggal 24 Juli 2020 lalu. Namun, nama-nama yang sudah diserahkan ke Presiden itu tak kunjung ditetapkan, siapa Sekjen KPU definitif.
Ketua Pansel Sekjen KPU RI, Prof. Dr. Hamdi Muluk, melalui Keputusan Nomor: 20/Pansel.JPT.Sekjen KPU/VII/2020, mengumumkan secara terbuka nama-nama hasil seleski akhir Calon Sekjen KPU RI yakni Drs. Bernad Dermawan Sutrisno, M.Si (Sekretaris Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu / DKPP), Budi Achmad Djohari, Ak (Kepala Pusat Teknologi dan Informasi Mahkamah Konstitusi) dan Edy Mulya, Ak. M.Si (Direktur Pengawasan Akuntabilitas Keuangan Daerah pada BPKP).
Namun, kini sudah lebih dari dua bulan sejak selesai seleksi, Presiden belum mengambil keputusan. Sementara itu, di sisi lain, Pilkada serentak 2020 tetap akan berjalan sesuai jadwal meski di tengah kondisi pandemi Covid-29.
Jeirry Sumampow menganggap, tidak ada alasan bagi Presiden membuat kekosongan kursi Sekjen KPU lebih lama lagi. Karena itu, dia mendorong Presiden segera menetapkan Sekjen definitif agar kelengkapan administrasi penyelenggara KPU bisa dipenuhi.
Dia juga menilai, sudah saatnya Sekje KPU ditetapkan karena kebutuhan dan urgensi yang begitu mendesak.
“Sebetulnya kita agak bingung juga kenapa Presiden lama-lama apalagi sudah sejak dua bulan lalu tiga nama udah masuk ke presiden. Sebetulnya tinggal ditentukan saja. Jadi kita mendorong agar Presiden segera menetapkan siapa sekjen KPU karena memang perannya dalam konteks saat ini sangat penting,” ujar Jeirry saat dihubungi via telpon, Minggu (27/9/2020).
Dia menduga lamanya proses penetapan ini ada tarik ulur kepentingan antara pihak KPU dengan Presiden. Dimungkinkan pihak KPU menginginkan salah satu dari tiga nama tersebut diloloskan, namun dari sisi Presiden justru ingin orang lain yang bisa menduduki jabatan tersebut.
“Kita bertanya juga apa faktor proses ini jadi lama karena tarikan kepentingan KPU terhadap salah satu dari tiga itu dengan yang ingin ditetapkan Presiden. Tapi ini hak prerogatif Presiden,” sambungnya
Dia menegaskan ketiadaan seorang Sekjen KPU membuat kinerja KPU mengalami pelemahan. Sebagai contoh regulasi-regulasi terkait pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi selalu muncul dalam waktu yang sangat dekat dengan hari H. Hal itu menandakan bahwa kekosongan Sekjen membuat sebagain regulasi yang seharusnya cepat keluar namun pada akhirnya tertunda.
“Seperti regulasi terkait tahapan pencalonan, PKPU (Peraturan KPU) baru keluar dua hari sebelum hari H, jadi hampir nggak ada waktu untuk sosialisasi tentang PKPU apalagi terkait protokol covid-19. Lalu peraturan tentang kampanye juga baru keluar beberapa hari yang lalu sementara kampanye udah mulai sejak kemarin, jadi ini sangat terlambat yah,” tutur Jierry.
Terlepas dari persoalan lambannya Presiden menentukan satu calon definitif, Jierry menilai bahwa seharusnya orang yang nantinya ditunjuk oleh Presiden adalah orang yang punya track record bekerja atau mengurusi lembaga penyelenggara pemilu. Hal itu penting karena kerja Kesekjenan itu terkait dengan administrasi birokrasi. Oleh sebab itu dibutuhkan orang yang berpengalaman di dalamnya agar KPU bisa bekerja lebih cepat lagi.
“Kalau masuk di kategori itu yang punya latar belakang Kepemiluan atau orang yang bekerja di lembaga penyelenggara pemiku ya Pak Bernard, karena Pak Bernard ini sebelumnya jadu kepala Biro di Bawaslu. Lalu sekarang Sekretaris DKPP,” pungkasnya.
Editor: Alfian Risfil A
Discussion about this post