Kronologi, Jakarta — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dimungkinkan secara peraturan. Secara persyaratan juga memenuhi karena kasus positif Covid-19 terus meningkat.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengatakan, pilkada serentak di 270 daerah bisa ditunda dan dilanjutkan kembali ketika pagebluk sudah berakhir. Komnas HAM mengkhawatirkan terjadi penularan virus Sars Cov-II.
“Dalam tahapan pendaftaran, secara regulasi dan institusi tidak bisa melakukan pencegahan kerumunan yang terjadi. Temuan Bawaslu ada (banyak) pelanggaran,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Perlindungan Hak atas Kesehatan dalam Tahapan Pilkada di Masa pandemi Covid-19”, Kamis (17/9/2020).
Pilkada ini berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya sangat berpotensi adanya pengumpulan massa. Pemerintah memang selama ini mengkampanyekan keharusan masyarakat untuk menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Namun menurut Hairansyah, menjaga jarak ini sulit dilakukan di tahapan pilkada. Misalnya, saat pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) pada 4-6 September lalu, kerumunan massa banyak terjadi di luar area Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah.
“Di luar KPU tidak bisa dibatasi. Ini menjadi penting (dievaluasi) dan catatan bagi kita untuk melihat kembali apakah pilkada bisa dilanjutkan,” ujar pria kelahiran Banjarmasin pada 1971 itu.
Komnas HAM pun meminta KPU membuat skenario-skenario untuk memberikan keamanan, keselamatan, dan kesehatan pada pemilih dan peserta di tahapan selanjutnya. Hairansyah menyayangkan ada beberapa calon kepala daerah (cakada) yang datang mendaftar padahal sudah positif Covid-19.
Salah satu bakal calon itu, antara lain, Lisa Andriani (Kota Binjai). “Sekarang OTG lebih banyak. Kemungkinan terjadi kerumunan dan OTG menyebarkan virus,” ujarnya.
Editor: Alfian Risfil A
Discussion about this post