Kronologi, Jakarta — Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto menyebut langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan meminjam dana Rp12,5 triliun kepada perusahaan BUMN, PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), tak cukup untuk memulihkan ekonomi Jakarta akibat dampak pandemi Covid-19.
Menurut SGY, panggilan akrab Sugiyanto, Anies juga harus berani menjalankan kebijakan obligasi (surat utang) daerah, agar Pemprov DKI dapat segera keluar dari himpitan kesulitan ekonomi, demi percepatan pembangunan di Ibu Kota.
Sebab, SGY menganggap, dana pinjaman Rp.12,5 triliun itu masih jauh dari cukup bila digunakan untuk pemulihan ekonomi yang rencananya akan digunakan untuk pengendalian banjir, peningkatan pelayanan air minum, pengelolahan sampah, dan untuk peningkatan infrastruktur. Apalagi untuk membangun dan memajukan Kota Jakarta sebagaimana janji kampaye Pilkada DKI 2017 lalu.
“Utang kepada PT. SMI itu untuk memulihkan ekonomi akibat terdampak wabah covid-19 harus didukung. Namum wajib diikuti kebijakan visioner dan terencana untuk membangun dan memajukan Kota Jakarta, kebijakan obligasi daerah lah pilihannya,” kata Sugiyanto saat ditemui di Kantornya di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu, (29/7/2020).
Aktivis senior Jakarta ini menambakan, bahwa keinginan Jakarta menjalankan obligasi sudah pernah disampaikan oleh Fauzi Bowo (Foke) sejak awal terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2007 silam.
Saat itu, lanjutnya, Foke menegaskan bahwa tahun 2008 Pemprov DKI Jakarta akan segera menerbitkan obligasi, namum gagal terwujud karena saat itu gagasan obligasi dianggap hal baru dan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Diakhir masa jabatannya, Foke kembali mewacanakan akan membuat kebijakan obligasi, tetapi dalam perjalannya keinginan itu kandas lagi, lantaran saat Pilkada Jakarta tahun 2012 Foke kalah melawan Joko Widodo (Jokowi).
Lalu pada tahun 2013, SGY melanjutkan, Jokowi yang terpilih menjadi Gubernur DKI menyatakan keengganannya menerbitkan obligasi karena menganggap keuangan DKI Jakarta cukup untuk menjalankan seluruh program pembamgunan tanpa perlu berutang dengan pihak manapun.
“Tahun 2017 Anies menang Pilkada Jakarta, lalu pada tahun 2019, Gubernur Anies Bawesdan menyatakan akan menerbitkan obligasi. Tujuannya untuk percepatan pembanguan, tetapi ditentang oleh banyak pihak, termasuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), alasannya keuangan Jakarta masih cukup untuk membiayai semua pembangunan di Jakarta,” ungkapnya.
Lebih lanjut, SGY kemudia menjelaskan, tentang penyebab Jakarta yang sampai saat ini belum menerbitkan obligasi. Ia menguraikan bahwa hal itu terjadi karena selalu ada perbedaaan pandangan antara Gunernur dan DPRD DKI Jakarta. Akibatnya, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sedangkan tujuan dari obligasi penting, yaitu untuk percepatan pembangunan Kota Jakarta.
Selain permasalah tersebut, kata SGY, ada juga sikap arogansi berlebih dari pihak-pihak yang menolak obligasi. Mereka menganggap Jakarta tak butuh obligasi karena anggaran dan pendapatan daerah (APBD) DKI Jakarta cukup dan melebihi kebutuhan pembiayaan daerah. Serapan rendah APBD Jakarta juga dijadikan dasar menentang kebijakan obligasi.
“Alasan ini semua mendandakan masih belum adanya pemahaman yang kompreshensif tentang obligasi (surat utamg) daerah. Walaupun APBD Jakarta berlebih, tetapi untuk bisa cepat membangun dan memajukan Koja Jakarta menjadi Kota yang setarap Kota besar di dunia, tetap dibutuhkan dana yang besar. Mengandalkan APBD DKI Jakarta saja tidak lah akan permah cukup,” tegas SGY.
Meskipun obligasi bukanlah satu-satunya cara skema pembiayaan kreatif, tetapi ada hal posif lain dari kebijakan obligasi dibandingkan dengan cara lain seperti, melalui Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU), dengan Bank Penbangunan Daerah (BPD), dan melalui PT. Sarana Multi Infrastuktur (SMI).
Pada skema obligasi daerah masyarakat bisa menjadi sarana investaai. Dengan cara ini baik pemerintah daerah dan masyarakat sama-sama membangun dan mendapatkan mamfaat dari penerbitan obligasi daerah, yaitu kemajuam perkembangan daerah. Selain itu, juga sebagai ukuran kesiapan daerah membuka diri terhadap wilayah luar untuk mendapatkan kepercayaan lebih luas baik dari dalam dan luar negeri.
“Semua aturan dan ketentuan obligasi sudah ada. Jakarta memenuhi syarat untuk terbitkan obligasi. Jangan kalah dengan Provinsi Jawa Barat dan Kota Bogor. Jakarta harus menjadi pelopor obligasi daerah. Diera Gubernur Anies obligasi daerah harus bisa terwujud, dampak pandemi covid-19 bisa menjadi jalan obligasi di Jakarta,” pungkas SGY.
Editor: Alfian Risfil A
Discussion about this post