Kronologi, Jakarta – Ekonom senior Rizal Ramli merasa malu sebagai alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB). Hal itu terkait dipersoalkannya posisi Din Syamsuddin sebagai anggota Majelis Wali Amanah (MWA) ITB.
“Sebagai ex Mahasiswa ITB, saya malu Kampus Ganesha yang hebat, biasa berfikir luas, kok cara berfikirnya jadi super-cupet, dangkal dan hanya pintar menjilat kekuasaan, bukan kritis, analitik dan innovatif. Pantesan sekarang ranking ITB hanya 370-an di dunia,” kicau Rizal dalam akun twitter-nya @RamliRizal, Sabtu (27/6/2020)
Dalam postingannya tersebut, Rizal menyematkan artikel berjudul “ITB Butuh Din Syamsuddin” yang ditulis DR Syahganda Nainggolan.
Dimana Syahganda menyoroti beredarnya pernyataan Yani Panigoro, ketua MWA ITB bahwa Prof Din Syamsuddin akan mengundurkan diri dari anggota MWA ITB karena desakan para alumni.
Syahganda mencurigai alasan tersebut mengada-ada. Sebab, tuntutan Din Syamsudin mundur dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan Alumni ITB Anti Radikalisme atau Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB.
Padahal, kata Syahganda, dalam kealumnian ITB hanya dikenal Ikatan Alumni ITB Pusat dan Ikatan Alumni ITB Daerah serta Ikatan Alumni Jurusan yang semuanya dalam satu wadah resmi diketuai Dr. Ridwan Jamaluddin.
“Alasan yang ditujukan terhadap penolakan Din sebagai anggota MWA bahwa Prof. Din radikal sangat membingungkan,” kata Syahganda
Syahganda beralasan, pertama, Din dikaitkan radikal karena pernah menghadiri acara HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) pada 2007. Padahal pada 2017, sepuluh tahun kemudian, Presiden Jokowi mengangkat Din sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Pembangunan Perdamaian serta Peradaban Dunia. Alasan Jokowi karenadi sudah mengetahui jejak rekam dan pondasi kokoh Din di bidang tersebut. Bahkan, Jokowi merayu Din untuk mau menerima amanah itu demi kepentingan negara.
Kedua, kata Syahganda, Din disebutkan mengkritik MK atas hasil Pilpres 2019 yang lalu. Alasan ini juga membingungkan. Sebab, Din Syamsuddin kala itu meminta masyarakat agar menerima legalitas hasil Pilpres yang diputuskan MK. Namun tetap perlu menyimpan rasa curiga atas keputusan MK yang terasa ganjil tersebut
“Dalam posisi ini sebenarnya Prof. Din Syamsuddin memberikan kanalisasi pada emosi puluhan juta rakyat yang merasa Pilpres diwarnai berbagai kecurangan. Sehingga, harusnya sikap Prof. Din Syamsuddin ini dikatagorikan sikap negarawan, bukan radikal,” tukas Syahganda.
Penulis: Tio
Discussion about this post