Kronologi, Jakarta — Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengingatkan tentang potensi tempat hiburan malam ‘bandel’ menjadi klaster baru penularan coronavirus Covid-19 di Jakarta.
Sebab, sejumlah tempat hiburan di Ibu Kota diduga mulai nekat curi-curi beroperasi normal tanpa mematuhi protokol kesehatan sesuai kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan.
“Menurut saya ini berpotensi sekali munculnya kluster baru setelah pasar dan area CFD. Banyaknya pelanggaran di tempat hiburan seperti bar dan restoran dengan tidak menerapkan protokol kesehatan, maka penularan COVID-19 jadi tinggi saking mudahnya transmisi antarorang,” kata pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/6/2020).
Menurutnya, itulah mengapa di Jakarta Pusat sempat menjadi yang tertinggi penyebarannya se-Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari banyaknya relaksasi bagi tempat nongkrong yang menjadi pemicu penularan COVID-19 di tengah masyarakat.
“Kan kita konsennya pada akar persoalan. Istilahnya, horizontal scanning, ada pada akar persoalannya yaitu penyebaran virus. Yang harus ditanggulangi adalah semua kegiatan harus berkonsentrasi bagaimana memutus mata rantai penyebaran virus itu sendiri,” tuturnya.
Membandelnya tempat hiburan malam, kata Trubus, akibat lemahnya pengawasan terhadap kewajiban yang dibebankan bagi pemilik tempat hiburan yang seharusnya betul-betul memperhattikan protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19 ini.
“Tapi yang terjadi kan penempatan tanda silang sebagai penjagaan jarak, hanya ‘lip service’. Kesannya menipu bahwa tempat tersebut sudah layak dikunjungi. Pengawasannya lemah sekali. Menurut saya harus ada semacam rem kebijakan di mana yang melanggar diberikan sanksi sesuai Pergub 47 tahun 2020 terkait sanksi,” ujar dia.
Lebih lanjut, Trubus menyebut Pemprov DKI Jakarta harus mengeluarkan semacam sertifikat bagi tempat hiburan yang layak dikunjungi karena memenuhi standar protokol kesehatan.
“Yang diutamakan kan masalah kesehatan. Jadi, tempat hiburan yang belum layak untuk dibuka ya jangan dibuka. Jangan diberi toleransi berlebihan,” ucap dia.
Lebih lanjut, Trubus menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diskriminatif dalam menegakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dengan adanya tempat hiburan malam atau nongkrong yang buka dengan tanpa menerapkan protokol kesehatan.
Berdasarkan ketentuan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tempat hiburan malam dan sejenisnya hanya bisa beroperasi saat PSBB Transisi memasuki fase dua atau tiga dengan catatan kasus COVID-19 tidak naik signifikan.
“Ini kan perlakuan diskriminatif namanya, masyarakat bawah harus taat protokol kesehatan tapi kelas menengah dibiarkan berkerumun di klub malam. Itu dikhawatirkan ada invisible hand yang membackup itu, orang-orang punya kekuatan membackup mereka sehingga tempat hiburan malam tetap beroperasi sehingga karyawan dan pengunjung jadi korban,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil penelusuran pada Rabu (24/6/2020) malam, di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, sebuah tempat bernama “Holywings” yang diinformasikan mulai beroperasi tanggal 8 Juni 2020 dengan menyediakan tempat cuci tangan (wastafel) di depan gedung berlantai dua itu, pemeriksaan suhu dengan thermo gun sebelum masuk ke ruangan utama di lantai dua, hingga pemberian “hand sanitizer” oleh petugas.
Namun ketika ditelusuri lebih jauh ke dalam ruangan tempat yang merupakan restoran plus bar tersebt, terjadi pelanggaran protokol kesehatan dengan sedikit yang menggunakan masker hingga physical distancing dari para pengunjung, padahal suasana berada di tengah pandemi COVID-19.
Dilarangnya tempat hiburan malam termasuk bar untuk beroperasi, diungkapkan sebelumnya oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia, yang menyebutkan bahwa bar tidak boleh buka meski merupakan fasilitas dari restoran demi menghindari kerumunan.
“Kan ada restoran yang memiliki fasilitas bar itu gak apa-apa buka (restorannya) dengan protokol kesehatan. Barnya ditutup, minuman kerasnya selama ada izinnya boleh, tapi gak boleh tuh nongkrong di bar, terus display minuman gak boleh, jadi kayak restoran Jepang kan seperti itu,” kata Cucu pada wartawan pada Selasa (23/6) lalu.
Editor: Alfian Risfil A
Discussion about this post