Kronologi, Jakarta – Beda federasi beda kebijakan. Mungkin itu alasan yang digunakan oleh PSSI untuk ‘sunat’ gaji pemain di tiap klub Liga 1 dan Liga 2 Indonesia.
Beda halnya dengan klub asal Inggris, Arsenal yang cukup kooperatif untuk membicarakan perihal gaji di tengah pandemi Covid-19 ini.
Meski bersitegang antara manajemen klub dan pemain, Arsenal tidak semena-mena untuk memotong gaji para penggawanya.
Sejauh ini, Arsenal memang belum mencapai sepakat soal gaji. Meski alasannya adalah terjadi krisis keuangan di manajemen sejak kompetisi dihentikan.
Arsenal sebetulnya, cuma meminta pemotongan gaji sebesar 12,5 persen kepada seluruh pemainnya. Dengan jaminan, para anak asuh Mikel Arteta itu akan dibayar gaji penuh jika berhasil lolos ke Liga Champions musim depan.
Jika saja tawaran manajemen diterima, maka Arsenal bisa menghemat 25 juta pounnds dari pengeluaran 230 juta pounds untuk gaji dalam setahun.
Rupanya tidak. Arsenal tetap melakukan voting dan hasilnya hampir semua pemain menolak tawaran pemotongan gaji tersebut.
Anak Stan Korenke, pemilik Arsenal, Josh Kroenke sempat berang kepada para fans The Gunner yang menyudutkan manajemen karena kurang rajin beli pemain.
“Bukan rahasia, kami saat ini membiayai tim dengan gaji seperti Liga Champions, padahal main di Liga Europa saja,” ketusnya, dikutip dari The Sun.
Federasi Sepak Bola Inggris (FA) sebetulnya turun tangan mengatasi masalah ini. Tapi, FA memberikan opsi, jika 75 persen pemain Liga Inggris setuju untuk melakukan pemotongan gaji, maka hal itu bisa dilakukan oleh klub.
Namun nyatanya, 75 persen pemain Liga Inggris malah tidak setuju dengan opsi tersebut dan tetap menuntuh hak kontraknya di klub masing-masing.
PSSI Semena-mena
Sementara itu, untuk urusan sepak bola dalam negeri, PSSI jusru mengeluarkan surat keputusan bernomor SKEP/48/III/2020.
Keputusan ini diambil setelah operator kompetisi PT Liga Indonesia Baru (LIB) menerima usulan klub-klub dengan dalih kondisi force majeure karena wabah Covid-19, tanpa melibatkan pemain.
Dalam surat itu dinyatakan, klub hanya wajib membayar maksimal 25 persen dari nominal kontrak untuk periode Maret hingga Juni 2020.
Dengan begitu, 75 persen gaji pemain tak wajib untuk dibayarkan oleh klub.
Bahkan, bisa saja ada pemain yang sudah tidak menerima gaji sampai tahun depan. Mengingat, sistem kontrak pemain di Indonesia, biasanya diberi uang muka sebesar 25 persen dari nilai kontrak.
Artinya, jika pemain tersebut telah menerima 25 persen itu awal, maka tidak ada kewajiban klub untuk menyantuninya tiap bulan sebagai sisa nilai kotrak awalnya.
Editor: Dimas
Discussion about this post