Kronologi, Gorontalo – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadis-P2TP2A) Kabupaten Gorontalo (Kabgor), Sri Dewi R Nani menyebut dalam kasus anak, seperti apapun kondisinya, anak adalah korban bukan pelaku.
“Anak tidak bisa bisa disalahkan, anak adalah korban, anak butuh bimbingan agar psikologi mereka tidak terganggu. Kesalahan mereka bukan serta merta timbul dari individu, penyebab paling kompleks masalah rumah tangga dan lingkungan sekitar,” kata Sri, Selasa (10/12/2019) kemarin.
Sri mengatakan, dasar pembentukan karakter dan kepribadian seseorang anak berawal dari pertumbuhan dan perkembangannya dalam lingkungan keluarga. Bagaimana seorang anak diperlakukan oleh keluarganya mempengaruhi cara seorang anak bersikap.
“Jika melihat hasil persentase, indikator yang paling menonjol mempengaruhi perilaku anak di Kabupaten Gorontalo adalah masalah keluarga. Angkanya mencapai 78 persen, sisanya lingkungan,” jelas Sri.
Sri memberi contoh seperti kasus anak dalam insiden pana wayer yang terjadi belum lama ini, setelah ditelusi tim P2TP2A ternyata penyebabnya keluarga tidak harmonis.
“Kami menelusuri itu dengan cara pendekatan secara persuasif, hasilnya itu, keluarga tak harmonis. Kapan terakhir dipeluk orang tua pun mereka lupa,” tutur Sri.
Perempuan yang sering disapa bude ini juga mengkritisi kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang membuat aturan anak yang bermasalah dikeluarkan dari sekolah.
Kata dia, Undang-undang nomor 35 tentang perlindungan anak pasal 1 dan 2 sangat jelas, anak yang belum berusia 18 tahun mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Kebijakan mengeluarkan anak bermasalah dari sekolah bukan solusi, mungkin Gubernur mengeluarkan ide seperti itu kurang mendapatkan informasi dari orang orang terdekatnya. Ini yang sementara Dinas P2TP2A terus komunikasikan dengan Pemprov,” katanya.
Penulis: Even Editor : Bahar
Discussion about this post