Kronologi, Gorontalo – Puncak kemarau tengah berlangsung Agustus 2019 ini. Balai Wilayah Sungai Sulawesi II Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melansir, sedikit 109 sungai di Provinsi Gorontalo mulai kering.
Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Adenan Rasyid mengatakan, jika kekeringan melanda DAS dengan total luasnya mencapai 88.856.216 hektare tersebar di wilayah Sungai Randangan 395.733,12 hektare, wilayah Sungai Limboto Bolango Bone 489.343,39 hektare, dan wilayah Sungai Paguyaman 3.485,65 hektare.
Maka, dampaknya, kata Adenan, tanaman pertanian milik petani di Provinsi Gorontalo terancam gagal panen. Bahkan, masyarakat di wilayah itu terancam tidak mendapat pasokan air.
“Sungai wilayah Provinsi Gorontalo memiliki karasteristik berbeda dengan sungai di daerah-daerah lain seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Sungai kita memang kalau tidak ada hujan kadang kering, karena rata-rata sungainya pendek dan terjal sehingga tidak ada air yang tersisa. Kecuali seperti sungai Bone dan lainnya itu ada,” kata Adenan saat ditemui di kantor BWS, Jl KH Notu Badu, Hepuhulawa, Limboto, Kamis (15/8/2019).
Baca juga: Begini Tanggapan Ketua DPRD Soal Ancaman Krisis Air Bersih di Kabgor
Menurut Adenan, kondisi sungai seperti itu susah menjadi indikator. Yang menjadi indikator kekeringan biasanya di lahan-lahan pertanian dan pemukiman masyarakat.
Hasil survey lapangan pada bulan Juli 2019 terdapat potensi kekeringan lahan pertanian daerah irigasi (DI) Alopohu. Sedangkan pada DI Paguyaman, DI Randangan, dan DI Lomaya Alale tidak mengalami kekeringan.
Potensi kekeringan lahan pertanian tersebut meliputi 2 Kecamatan, yakni Limboto Barat dan Tabongo.
“Dari luas areal 671 hektare terdapat 235 hektare potensi kekeringan, itu tersebar di 3 desa, yakni desa Hutabohu, Tunggulo, dan Ilomangga,” ujar Adenan.
Sebagai langkah antisipasi dampak kekeringan pertanian, Balai Wilayah Sungai Sulawesi II telah melakukan upaya dengan melakukan program jaringan irigasi air tanah (JIAT) sebanyak 122 unit. Namun, 34 mengalami kondisi rusak ringan, 35 rusak sedang, dan 26 rusak berat.
“Program JIAT ini berupa pompa air untuk memfasilitasi lahan pertanian yang sulit terjangkau oleh bendungan. Alhamdulillah kondisinya 90 persen bagus, tapi tentu harus terus lebih ditingkatkan lagi,” terangnya.
Adenan menambahkan, sementara untuk potensi kekeringan pemukiman, telah terjadi di 5 Kabupaten, yaitu Kabupaten Gorontalo 52 desa, Kabupaten Gorontalo Utara 31 desa, Kabupaten Bone Bolango 49 desa, Kabupaten Boalemo 16 desa, Pohuwato 27 desa.
“Langkah yang akan dilakukan dengan cara tahap tanggap darurat. Membentuk tim penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air yang di koordinir Satker Operasi dan Pemeliharaan dengan PDAM,” kata Adenan.
Penulis: Even Makanoneng Editor : Bahar
Discussion about this post