Kronologi, Gorontalo – Pembangunan Bantaran Sungai Bolango di Kelurahan Molosipat W, diprotes oleh warga yang mengklaim pemilik lahan tersebut. Hal ini dipicu pembayaran ganti rugi atas tanah yang dinilai tak sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
Sajuri, salah seorang warga pemilik lahan di lokasi pekerjaan itu mengatakan, pembayaran ganti rugi tanah miliknya bersama 3 orang warga lainnya, tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
“Dalam pembahasan ganti rugi, dan saat peninjauan 2017 silam oleh jajaran Komisi C DPRD, disampaikan bahwa pembayaran per meter seharga 3 juta, karena melihat kondisi dan lokasi tanah. Dan itu belum masuk untung, masih dalam tataran harga standar,” kata Sajuri kepada sejumlah wartawan, Rabu (3/7/2019).
Sajuri mengaku terkejut saat mendengar harga ganti rugi lahannya itu turun jadi Rp 1.5 juta per meter.
“Tanah ini milik pribadi bukan milik pemerintah, karena kami memiliki sertifikat tanah yang jelas,” ungkapnya.
Ia mengharapkan, pemerintah bijak dalam hal ini, karena harganya tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya, sehingga pihak tidak menyetujuinya.
“Ini bukan ganti untung malahan jadi ganti rugi,” tegas Sajuri.
Senada dengan Sajuri, Tukiran yang juga pemilik lahan mengeluhkan harga ganti rugi yang diberikan pemerintah.
“Harga tidak sesuai yang jadi masalah, apa lagi sudah sejak tahun 2017, dan sekarang sudah 2019, otomatis harga tanah itu naik lagi, tapi kami hanya meminta harga 3.5 juta saja,” ungkap Tukiran.
Kalaupun putusan harga pemerintah Rp 3 juta per meter, pihaknya, kata Tukiran akan menerima.
“Selisihnya kami tidak akan hitung lagi,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi C DPRD Kota Gorontalo, Yolan Polontalo mengatakan bahwa pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II terkesan menghindar dan enggan untuk menyampaikan yang sebenarnya.
“Kenapa anggaran itu tidak sampai ke 4 rumah itu, sementara anggarannya sudah turun dari tahun 2017 dan sudah diperhitungkan melalui proses yang panjang,” kata Yolan Polontalo.
Selaku anggota dewan dengan masa jabatan yang akan berakhir, Yolan Polontalo, mengatakan jika ia merasa punya beban moril. Sehingga ia mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas nasib lahan milik warga Molosipat W itu.
“Kami menegaskan ke BWS, jangan seperti pemberi harapan palsu. Perlu adanya ketegasan BWS, apakah tanah itu bisa dibayarkan atau tidak” tegas Yolan.
Sementara itu, PPK Sungai dan Pantai BWS Sulawesi II, Rahman Haluti mengatakan, masalah pembayaran itu ditentukan tim appraisal (penilai) saat kepemimpinan sebelumnya,
“Untuk kenaikan harga, kami belum bisa memastikan, karena harus mengacu pada keputusan tim apresial, kami hanya membayar saja dan tidak bisa ada intervensi dari pihak manapun” tukasnya.
Selain itu, pihaknya akan meninjau kembali apakah ada batas waktu terkait harga yang sudah ditetapkan sebelumnya atau tidak.
“Ada aturan yang kita harus taati, dan kita akan mengkroscek lagi soal aturan itu,” jelasnya.
Penulis: Sarjan Lahay Editor : Bahar Brewok
Discussion about this post