Kronologi, Jakarta – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), yang juga berprofesi sebagai pengacara, Yusril Ihza Mahendra, menilai, pernyataan Komisioner KPU, Hasyim Asyari bahwa calon legislatif tidak boleh berpraktik pengacara adalah keliru.
KPU, menurut Yusril, telah salah memahami makna Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g yang menyebutkan syarat untuk bakal calon anggota DPR.
Syarat itu antara lain, bersedia untuk tidak berpraktik sebagai advokat yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian juga Pasal 240 ayat (2) huruf g menyebutkan bahwa kesediaan tersebut dituangkan dalam surat pernyataan. Surat pernyataan kesediaan itu berlaku juga bagi syarat bersedia bekerja penuh penuh waktu.
Menurut Yusril, yang dimaksud dengan frasa ini dikemukakan dalam penjelasan yang mengatakan bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apapun yang dapat menggangu tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPR.
“Kesediaan seperti itu jelaslah baru berlaku apabila caleg tersebut nantinya terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR,” kata Yusril melalui siaran persnya, Sabtu (29/12/2018).
Yusril menilai, Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g bermakna bahwa seorang advokat yang menjadi caleg tidak boleh berpraktik sebagai advokat apabila nanti terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR.
“Kalau baru sekedar bakal calon dan bahkan calon, konflik kepentingan seperti itu tidak akan ada. Konflik kepentingan akan ada jika seseorang caleg menjadi prajurit TNI, PNS, pejabat negara atau pimpinan BUMN/BUMD,” ujarnya.
“Karena itulah, menurut Pasal 240 ayat (1) dan (2) wajib mundur dan pengunduran dirinya efektif jika namanya sudah masuk dalam DCT. Ketentuan seperti itu tidak berlaku bagi advokat, akuntan publik dan notaris penghasilannya tidak bersumber dari APBN atau APBD,” lanjut Yusril.
Yusril menambahkan, frasa penutup dari Pasal 240 ayat (1) huruf l itu menyatakan advokat yang bersedia tidak akan berpraktik itu haruslah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang mengatur praktik advokat itu adalah UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Menurut dia, Pasal 20 ayat (3) undang-undang ini mengatakan advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.
“Dengan demikian jelas bahwa implementasi norma Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah advokat tidak boleh menjalankan tugas profesi advokat jika ia telah dilantik dan selama ia menjadi pejabat negara. Bakal calon termasuk pula calon anggota DPR yang namanya sudah masuk Daftar Calon Tetap (DCT) bukanlah pejabat negara,” paparnya.
“Karena itu, advokat yang menjadi caleg, bahkan seandainya sudah terpilih sebagai anggota DPR, namun belum dilantik, maka tidak ada larangan apapun baginya untuk tetap menjalankan tugas profesi advokat,” tutup Yusril. (Hamdi)
Discussion about this post