Kronologi, Jakarta – Presiden RI Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, turut merespons penjelasan mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu, melalui akun twitternya, @saididu, di tengah perdebatan usai pemerintah melalui PT Inalum (Persero) mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
SBY melalui akun twitternya @SBYudhoyono, mengapresiasi keberanian Said Didu dalam menyampaikan kebenaran meskipun ada risiko yang bakal didapatkannya melalui penjelasan tersebut.
“Saya menaruh rasa hormat. Bapak Said Didu telah ambil risiko dgn “telling the truth”. Saya tahu iktikad Bapak baik. Tuhan, Allah SWT mencatatNya,” cuit SBY, Sabtu (29/12/2018).
Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku, baru saja menyimak penjelasan Said itu melalui media sosial twitter. Menurutnya, apa yang disampaikan Said itu sangat gamblang dan berimbang.
“Saya baru membaca kultwit Pak Said Didu ttg isu divestasi saham Freeport. Penjelasan yg sangat informatif, utuh, mendidik, “fair & balanced,” tulisnya.
Menurut SBY, Said telah memiliki pemahaman yang utuh dan lengkap terkait permasalahan pemerintah dalam menghadapi pilihan terhadap PT Freeport. Termasuk, di pemerintahan sebelum Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Pak Said Didu secara implisit juga mengatakan setiap pemerintah ingin tetapkan pilihan yg tepat & berbuat yg terbaik bagi bangsa & negaranya,” ujar SBY.
“Pak Said Didu juga telah berikan pelajaran berharga: “Tidak selalu MEMBENARKAN YG KUAT, tetapi berani PERKUAT KEBENARAN”,” lanjutnya.
Sebelumnya, Said Didu menyebut, ada tiga pilihan bagi pemerintah Indonesia untuk mengakuisisi 51 persen saham Freeport. Pertama, sebut dia, hentikan kontrak dengan Freeport-McMoRan (FCX) dan ambilalih sepenuhnya.
Adapun pilihan yang kedua, lanjut Said, yaitu dengan mengubah kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan ambil saham langsung mayoritas. Dan kegita adalah mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK dengan pengambilan saham bertahap.
Said menilai, cara yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam merebut Freeport sudah tepat. Dia juga merespons pihak yang menyebut Indonesia bisa mendapatkan Freeport secara gratis setelah kontrak habis di 2021.
“Alasan tersebut tidak salah jika kontrak karya Freeport dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani 1991 tidak mecantumkan klausul yang berikan keamanan investasi bagi Freeport McMoRan di Papua,” kata Said.
Menurut Said, dalam kontrak karya generasi II yang ditandatangani 1991 itu tercantum bahwa pihak Freeport berhak meminta perpanjangan kontrak 2×10 tahun setelah kontrak habis. Pemerintah Indonesia pun tidak bisa menghalangi tanpa alasan rasional.
“Alternatif penyelesaian kontrak setelah 2021 menjadi terbatas kecuali kita siap berperkara di arbitrase,” jelas Said.
Said menilai, apabila sampai terjadi kasus arbitrase maka operasional tambang Freeport terancam berhenti. Jika berhenti sekitar sebulan saja, menurutnya, maka Freeport akan sangat kesulitan bahkan tidak mungkin lagi dibuka dan dioperasikan selamanya karena ada persoalan teknis dan nonteknis yang muncul.
“Atas uraian bagian pertama yang terkait akhiri kontrak vs beli saham, saya katakan bahwa solusi realistis adalah melanjutkan kerja sama dengan Freeport agar tambang tidak berhenti beroperasi, bukan menghentikan kontrak,” paparnya. (Zul)
Discussion about this post